Pasca amandemen UUD 1945, kedaulatan rakyat tidak lagi ditempatkan pada kedaulatan perwakilan melainkan kedaulatan yang konstitusional dengan formulasi Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Terjadi pergeseran yang sangat fundamental tentang siapa sebenarnya yang bertindak sebagai pemegang supremasi atau kekuasaan tertinggi.
Perubahan gagasan kedaulatan dalam UUD 1945 sekaligus juga diiringi dengan perubahan terhadap cara rakyat memberikan mandat terhadap penyelenggara kekuasaan negara. Contoh yang dapat dikemukan bahwa Presiden sebagai penyelenggara salah satu cabang kekuasaan negara pada awalnya dipilih oleh MPR. Sedangkan berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen, Presiden dipilih langsung oleh rakyat, tidak lagi oleh MPR. Begitu juga mandat yang diberikan rakyat kepada penyelenggara kekuasaaan negara lainnya, seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Semua anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilihan umum.
Tidak seorangpun anggota DPR dan DPD yang ditunjuk sebagaimana pernah terjadi pada masa-masa sebelum reformasi, di mana anggota DPR, DPRD I dan DPRD II yang berasal dari ABRI tidak dipilih oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan umum.
Teori kedaulatan rakyat sangat sederhana, bahwa rakyatlah yang harus menjadi sumber kekuasaan tertinggi dalam negara . Rakyat berkuasa independen atas dirinya sendiri. Bung Hatta mengatakan kedaulatan rakyat berarti pemerintahan rakyat. Pemerintahan yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin yang dipercayai oleh rakyat. Ide kedaulatan rakyat ini lahir sebagai reaksi atas teori kedaulatan raja yang kebanyakan menghasilkan monopoli dan penyimpangan kekuasaan yang akhirnya menyebabkan tirani dan kesengsaraan rakyat.
Prinsip kedaulatan rakyat setidaknya ada empat, yaitu : kebebasan, kesamaan/kesetaraan, suara mayoritas, dan pertanggungjawaban. Dua prinsip pertama lebih sebagai esensi kedaulatan rakyat (disebut prinsip esensial) dan dua prinsip kedua merupakan prosedur pelaksanaan kedaulatan rakyat (disebut prinsip prosedural). Masing-masing prinsip tersebut akan dijelaskan pada pembahasan berikut;
Pertama, prinsip kebebasan. Kebebasan yang dimaksud disini bukanlah kebebasan sebagaimana konsep awal lahirnya ide kebebasan yang bermakna ketiadaan ikatan apapun, Melainkan kebebasan dalam hubungannya dengan batasan-batasan konstitusional dan hukum. Lalu, muncul pertanyaan tentang bagaimana mungkin tunduk pada suatu tatanan sosial sambil tetap bebas? Rousseau menjawab pertanyaan tersebut dengan demokrasi. Seseorang subjek memiliki kebebasan politik sepanjang kehendak pribadinya selaras dengan kehendak kelompok (kehendak umum) yang dinyatakan dalam tata sosial.
Kedua, prinsip persamaan atau kesetaraan. Prinsip ini tidak dapat dipisahkan dari prinsip kebebasan. Dengan prinsip kebebasan, berarti setiap manusia merdeka untuk mengapresiasikan kebebasannya. Dengan demikian, semua individu tentunya mempunyai nilai politik yang sama dan bahwa setiap orang mempunyai tuntutan yang sama atas kebebasannya.
Ketiga, Prinsip Suara Mayoritas. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip kebebasan dan kesamaan/kesetaraan. Prinsip suara mayoritas akan mengaktualisasikan prinsip kebebasan dan kesetaraan. Di mana pun demokrasi berada, maka kebebasan dan kesamaan hak politik akhirnya dimanifestasikan ke dalam pilihan politik melalui prosedur suara rakyat yang diukur secarakualitatif (majority principle) dan aktualiasasinya melalui voting. Mengukuhkan pendapat tersebut, Kelsen mengatakan bahwa karena kebebasan politik berarti kesesuaian antara kehendak individu dengan kehendak kelompok (umum) yang dinyatakan dalam tata sosial, maka prinsip mayoritaslah yang menjamin derajat kebebasan politik tertinggi yang mungkin diperoleh ditengah masyarakat.
Keempat, prinsip pertanggungjawaban. Dalam konsep kedaulatan rakyat, rakyatlah yang memberikan kekuasaan kepada pihak-pihak yang dipercaya untuk menyelenggarakan negara, baik itu legislatif maupun eksekutif. Oleh karena kekuasaan diberikan oleh rakyat, maka pemerintah harus bertanggung jawab kepada rakyat. Berdasarkan itulah Miriam Budiardjo dan juga S.W. Couwenberg berpendapat bahwa akuntabilitas merupakan salah satu prinsip demokrasi.
Pertanggungjawaban atau akuntabilitas secara sederhana dapat dipahami sebagai pertanggungjawaban pejabat publik terhadap rakyat yang telah memberinya mandat untuk mengurusi berbagai urusan dan kepentingan mereka. Setiap pejabat publik yang dipilih rakyat dituntut mempertanggungjawabkan semua kebijakan terhadap rakyat yang telah memilih mereka.
UUD 1945 juga memberikan jaminan bahwa kekuasaan negara harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak melanggar hak asasi manusia. Bahkan UUD 1945 membebankan kepada negara, terutama pemerintah untuk melindungi, memajukan, menegakkan dan memenuhi hak asasi manusia setiap warga negara. Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa prinsip kebebasan dan persamaan juga menjadi prinsip kedaulatan rakyat yang dianut UUD 1945. (Umbu Domu Tipa)